Teori Ekonomi Pembangunan Yang Digunakan Untuk Mengatasi Negara Kiribati
TUGAS
TEORI DAN ISU PEMBANGUNAN EKONOMI
OLEH :
NAMA
:
MARIA THERESIA KARA
N I M
:
2010210027
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Plan STUDI
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2012
KATA PENGANTAR
Pertama-tama patutlah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahnatnya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dalam makalah tersebut disajikan beberapa materi yang berhubungan dengan pembangunan yang pada akhirnya menyebabkan ketimpangan, kemiskinan dan pengangguran yang merajalela dikalangan masyarakar
Dalam makalh tersebut akan dibahas pula mengenai “
Ketimpangan Pembangunan Dan Kemiskinan
Serta
Dampak Pengangguran Terhadap Pembangunan Ekonomi
”
Malang, xx april 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………..i
DSFTAR ISI……………………………………………………………………………………………..ii
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………..i
1.1.
LATAR BELAKANG……………………………………………………………….i
1.2.
TUJUAN………………………………………………………………………………….11
i.3.
MANFAAT……………………………………………………………………………..12
BAB II
PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………thirteen
two.i PENGANGGURAN……………………………………………………………………………thirteen
2.1.1
JENIS-JENIS PENGANGGURAN……………………………………..xiii
2.1.2
SEBAB-SEBAB TERJADINYA PENGGANGURAN………..xiv
2.1.iii
DAMPAK-DAMPAK PENGANGGURAN TERHADAP PEREKONOMIAN…………………………………………………………….15
2.1.4
KEBIJAKAN – KEBIJAKAN PENGANGGURAN…………….17
two.ii
KEMISKINAN………………………………………………………………………………xix
2.2.1
JENIS-JENIS KEMISKINAN DAN DEFINISINYA
…………..19
2.two.2
FAKTOR –FAKTOR PENYEBAB PENGANGGURAN…….19
2.two.3
KEBIJAKAN ANTIKEMISKINAN……………………………………20
BAB Three
PENUTUP………………………………………………………………………………………………21
3.1 KESIMPULAN………………………………………………………………………………….21
iii.two SARAN……………………………………………………………………………………………..22
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.ane Latar Belakang
Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia secara makro dipengaruhi oleh adanya kesenjangan dalam alokasi sumber daya; sumberdaya manusia,, fisik, teknologi dan capital. Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda didalam menghadapi isu ketimpangan pembangunan. Indonesia bagian barat menjadi primadona pembangunan ekonomi Indonesia sejak pemerintahan orde baru dimulai, terlebih sebelum era desentralisasi diterapkan di Republic of indonesia. Sementara sebaliknya, untuk wilayah Indonesia Timur, banyak mengalami ketertinggalan diberbagai sector pembangunan.
Salah satu dampak sosial yang terjadi akibat kesenjangan atau ketimpangan pembangunan ekonomi dalah adanya kemiskinan diberbagai sektor. Kemiskinan menjadi problem kolektif bangsa Indonesia. Berbagai programme dan strategi mengentaskan kemiskinan juga telah banyak dilakukan oleh pemerintah; mulai dari penguatan kualitas sumberdaya manusia, pembukaan lapangan pekerjaan, eksplorasi sumberdaya alam dan penyediaan program padat karya.
Tulisan ini secara global akan memotret dua persoalan besar yang melanda dan menjadi problem bersama semua daerah.
Dalam sebuah negara pasti tidak akan terlepas dari aktivitas-aktivitas perekonomian. Aktivitas perekonomian ini terjadi dalam setiap bentuk aktivitas kehidupan dan terjadi pada semua kalangan masyarakat, baik masyarakat menengah ke bawah maupun pada masyarakat kalangan atas. Dalam pelaksanaannya, perekonomian selalu menimbulkan permasalahan. Terlebih lagi dalam pelaksanaannya di sebuah negara yang sedang berkembang. Begitu juga dengan Republic of indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Permasalahan perekonomian yang dihadapi bangsa ini sangat kompleks karena letak antara pulau satu dengan pulau yang lainnya sangat berjauhan.
Permasalahan ekonomi yang dihadapi bangsa Republic of indonesia yang tetap terjadi hingga saat ini adalah terjadinya ketimpangan pembangunan perekonomian.. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah perekonomian pemerintah harus menyelesaikan permasalahan akarnya yaitu ketimpangan pembangunan dan perekonomian yang terjadi di wilayah Republic of indonesia. Apabila permasalahan inti ini sudah terselesaikan atau paling tidak pembangunan perekonomian di Indonesia mulai terjadi pemerataan, maka permasalahan perekonomian lain yang timbul sebagai akibat dari ketimpangan pembangunan perekonomian akan terpecahkan satu per satu dari masalah yang terkecil.
Setiap pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah, setidaknya akan medapatkan apa yang namanya prestasi pembangunan, untuk mengetahui Prestasi pembangunan suatu negara atau daerah kita dapat menilainya dengan berbagai macam cara dan tolak ukur, baik dengan pendekatan ekonomi maupun dengan pendekatan not ekonomi.
Penilaian dengan pendekatan ekonomi dapat dilakukan berdasarkan tinjauan aspek pendapatan maupun aspek non pendapatan. Tolak ukur pendapatan perkapita, sebagaimana kita sadari belum cukup untuk menilain prestasi pembangunan. Karena baru merupakan konsep rata-rata, pendapatan perkapita tidak mencerminkan bagaimana pendapatan suatu daerah terbagi dikalangan penduduknya, sehingga unsur kemerataan atau keadilan tidak terpantau. Distribusi pendapatan mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu daerah di
kalangan penduduknya
Dalam kontek untuk mengukur dan menilai kemerataan (parah atau lunaknya ketimpangan) distribusi pendapatan, kita dapat melihatnya berdasarkan, pertama Kurva Lorenz dan Indek atau Rasio Gini. Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan di
kalangan lapisan-lapisan penduduk secara kumulatif pula. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan presentase kumulatif pendapatan. Sedangkan sisi datarnya mewakili presentase kumulatif penduduk. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan yang semakin merata. Sebaliknya, jika Kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distibusi pendapatan semakin timpang dan tidak merata.
Sementara pada pendekatan Indek atau Rasio Gini, adalah suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga ane, menjelaskan kadar kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan. Semakin kecil (semakin mendekati nol) koefisiennya, pertanda semakin baik atau merata distribusi. Dilain pihak, koefisien yang semakin besar (semakin mendakati 1) mengisyaratkan distribusi yang kian timpang atau senjang.
Sebab Ketimpangan Pembangunan
1.
Menurut Sarjono HW (2006) pada kontek mikro, yang menjadi penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah pada umumnya, penyebabnya antara lain:
2.
Keterbatasan informasi pasar dan informasi teknologi untuk pengembangan produk unggulan.
3.
Belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku pengembangan kawasan di daerah.
4.
Belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak kepada petani dan pelaku swasta.
five.
Belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah.
6.
Belum berkembangnya koordinasi, sinergitas, dan kerjasama,diantara pelaku-pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga not pemerintah, dan petani, serta antara pusat, propinsi, dan kabupaten atau kota dalam upaya peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
7.
Masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran dalam upaya pengembangan peluang usaha dan kerjasama investasi.
eight.
Keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi di daerah dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah.
ix.
Belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar daerah untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan
Sementara pada aspek makro, Dumairy (1996), menyatakan bahwa terdapat ada dua faktor yang layak dikemukakan untuk menerangkan mengapa ketimpangan pembangunan dan hasil-hasilnya dapat terjadi. Faktor pertama ialah karena ketidaksetaraan anugerah awal (initial endowment) diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan faktor kedua karena strategi pembangunan yang tidak tepat_cenderung berorientasi pada pertumbuhan, (growth).
Ketidaksetaraan anugerah awal yang dimaksud adalah adanya kesenjangan antara bekal “resource” yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi. Yang meliputi, sumberdaya alam, kapital, keahlian/keterampilan, bakat/potensi atau sarana dan prasarana. Sedangkan pelaku ekonomi adalah perorangan, sektor ekonomi, sektor wilayah/daerah/kawasan). Sumberdaya alam yang dimiliki tidak sama antar daerah, (pra)sarana ekonomi yang tersedia tidak sama antar daerah, begitu pula yang lain-lainnya seperti kapital, keahlian/keterampilan serta bakan atau potensi.
Kalau kita lihat secara objektif, ketimpangan pembangunan, yang selama ini berlangsung dan berwujud khsususnya pada Negara berkembang adalah dalam berbagai bentuk, aspek, atau dimensi. Bukan saja ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan perkapita, tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa ketimpangan spasial atau antar daerah, yakni antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Akan tetapi juga berupa ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional. Ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional misalnya, dapat dilihat berdasarkan perbedaan mencolok dalam aspek-aspek seperti penyerapan tenaga kerja; alokasi dana perbankan; investasi dan pertumbuhan.
Secara makro ketimpangan pembangunan yang terjadi di berbagai daerah, tentunya karena lebih disebabkan oleh aspek strategi pembangunan yang kurang tepat. Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan misalnya, ternyata tidak mampu mengatasi persoala-persoalan yang terjadi di daerah, malah sebaliknya hanya memperkaya pelaku-pelaku ekonomi tertentu yang dekat dan mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis.
Oleh karena itu, untuk dapat menghasilkan pembangunan ekonomi yang sebenar-benarnya dapat dirasakan oleh semua masyarakat, harus ada keberanian dari pemerintah daerah untuk mengubah cara pandang dan strategi pembangunan ekonominya kearah yang lebih sehat dan kompetitif. Kue-kue pembangunan harus dapat dinikmati dan dirasakan oleh semua masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, jangan sampai kue pembangunan hanya milik segelintir kelompok atau golongan tertentu saja yang dekat dengan kekuasan dan mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis.
Memutus benang kusut kemiskinan
Masalah kemiskinan bukanlah masalah yang baru. Sejak bangsa Indonesia merdeka, menjadi cita-cita bangsa adalah mensejahterakan seluruh rakyat Karena kenyataan yang dihadapi adalah kemiskinan yang masih diderita oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Hampir setiap pemimpin di Indonesia, selalu menghadapi kenyataan ini, meskipun bentuk kemiskinan yang terjadi tidak sama di setiap era suatu pemerintahan.
Kemiskinan adalah problem sosial. Bagi kebanyakan orang, kemiskinan merupakan masalah yang cukup merisaukan. Ia dianggap sebagai penyakit sosial yang paling dahsyat dan menjadi musuh utama negara (Hairi Abdullah 1984:16). Kemiskinan bukan saja dilihat sebagai fenomena ekonomi semata-mata, tetapi juga sebagai masalah sosial dan politik (Syed Othman Alhabshi 1996). Karena dirasakan dahsyatnya bahaya kemiskinan, membasmi kemiskinan dianggap sebagai jihad (Anwar Ibrahim 1983/1984:25). Secara umum, kemiskinan mempunyai empat dimensi pokok, yaitu; kurangnya kesempatan (lack of opportunity); rendahnya kemampuan (low of capabilities); kurangnya jaminan (low-level of security); dan ketidakberdayaan (low of capacity or empowerment). Dan lazimnya kemiskinan diukur dengan garis kemiskinan (poverty line). Kemiskinan tidak saja mengakibatkan penyakit busung lapar (gizi buruk), atau juga penyakit sosial, seperti Penjaja Sex Komersial (PSK), gembel (pengemis) dan lain sebagainya, kemiskinan juga mengakibatkan turunnya harga diri individu atau kelompok masyarakat.
Secara psikologis orang miskin cenderung lebih sensitif, gampang tersinggung, kurang percaya diri bahkan gampang emosi, sehingga kondisi ini rawan dengan berbagai upaya pemanfaat pihak ketiga yang menggunakannya sebagai kendaraa/alat untuk memancing kerusuhan di sebuah daerah, intinya kemiskinan memiliki keterkaitan cukup erat dengan stabilitas politik dan ekonomi sebuah daerah.Karena merupakan masalah pembangunan yang multidimensi, maka pemecahan kemiskinan harus melalui strategis yang komperhensif, terpadu, terarah dan berkesinambungan.
Konsep Kemiskinan
Dari berbagai literatur yang mengupas tentang konsep kemiskinan, paling tidak ada dua macam konsep kemiskinan yang dapat kita terima sebagai rujukan, yaitu; kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Konsep pertama kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang kongkrit (a fixed yardstick). Ukuran itu lazimnya berorientasi kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat (sandang, pangan dan papan).
Masing-masing negara terlihat mempunyai batasan kemiskinan absolut yang berbeda-beda, sebab kebutuhan hidup dasar masyarakat yang dipergunakan sebagai acuan memang berlainan. Karena ukurannya dipastikan, maka konsep kemiskinan semacam itu mengenal garis batas kemiskinan. Kemiskiinan absolut juga dapat dilihat dari sejauhmana tingkat pendapatan penduduk miskin tersebut mampu mencukupi kebutuhan pokoknya (basic needs), yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Kemampuan untuk membeli kebutuhan pokok ini dieuivalenkan dengan daya belinya (nilai uang). Mereka yang tidak mampu membeli kebutuhan pokok tertentu sesuai standar minimal dianggap berada pada posisi dibawah garis kemiskinan. Konsep yang kedua kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan the idea of relative standart, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu.
Dasar asumsinya adalah kemiskinan pada suatu daerah tertentu berbeda dengan pada daerah tertentu lainnya, dan kemiskinan pada waktu (saat) tertentu berbeda dengan waktu yang lain.
Konsep kemiskinan relatif lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan in term of judgment anggota masyarakat tertentu, dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup. kemiskinan relatif dilihat berdasarkan persentase pendapatan yang diterima oleh pendapatan lapisan bawah. Mereka yang berada pada lapisan bawah dalam stratifikasi pendapatan nasional inilah yang dianggap miskin. (Edi Suandy Hamid 2000:14)
Ø
Stigma Kemiskinan
Sedikitnya ada dua macam perspektif yang lazim dipergunakan untuk mendekati masalah kemiskinan, yaitu; kemiskinan dalam perspektif kultural (the cultural perspective) dan kemiskinan dalam perspektif struktural atau situasional (the situasional perspective). Masing-masing perspektif tersebut memiliki tekanan, acuan dan metodologi tersendiri yang berbeda dalam menganlisa masalah kemiskinan. Perspektif kultural mendekati masalah kemiskinan pada tiga level analisis; individual, keluarga dan masyarakat. Pada level individual ditandai sifat yang lazim disebut a stiff feeling of marginality, seperti; sikap parochial, sikap apatisme, fatalisme, atau pasrah pada nasib, boros, tergantung dan inferior.
Pada level keluarga ditandai oleh jumlah anggota keluarga yang besar dan gratis union or consensual marriages. Kemudian pada level masyarakat, terutama ditandai oleh tidak terintegrasinya secera efektif dengan insitusi-institusi masyarakat. Mereka sering kali memperoleh perlakuan sebagai obyek yang perlu digarap daripada sebagai subyek yang perlu diberi peluang berkembang.
Kemudian perspektif struktural/situasional masalah kemiskinan sebagai dampak dari sistem ekonomi yang mengutamakan akumulasi kapital dan produk-produk teknologi mod. Penetrasi kapital antara lain mengejawantahkan dalam program-program pembangunan yang dinilai lebih mengutamakan pertumbuhan (growth) dan kurang memperhatikan pemerataan hasil-hasil pembangunan (evolution).
Program-programme tersebut antara lain berbentuk intensifikasi, ekstensifikasi dan komersialisasi pertanian untuk menghasilkan pangan sebesar-besarnya guna memenuhi kebutuhan nasional dan eksport. Edi Suandy Hamid (2000:19) mengatakan bahwa masalah kemiskinan yang terjadi saat ini tidak bisa dilepaskan dari meningkatnya jumlah pengangguran. Pada masa krisis ekonomi ini, bukan saja laju pertambahan angkatan kerja baru tidak bisa diserap oleh pasar kerja, melainkan juga terjadi pemutusan hubungan kerja disektor formal yang berakibat bertambahnya angkatan kerja yang menganggur, baik itu yang menganggur penuh atau sama sekali tidak bekerja (open up unemployment) maupun setengah menganggur atau bekerja dibawah jam kerja normal (under un employment).
Ø
Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Lantas, bagaimana menyelesaikan persoalan kemiskinan? strategi apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam memutus benang kusut kemiskinan diatas? Menurut penulis, ada dua calendar besar yang mesti dilakukan oleh para pengambil kebijakan, baik ditingkat lokal, maupun regional dalam program pengentasan kemiskinan yaitu, pertama; peningkatan kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) melalui pendidikan dan keterampilan; dan kedua pembangunan ketenagakerjaan melalui perluasan lapangan kerja dan serangkaian program pembangunan padat karya.
rogram peningkatan kualitas sumberdaya manusia dilakukan melalui pengembangan budaya usaha masyarakat miskin, yaitu mengembangkan budaya usaha yang lebih maju, mengembangkan jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) dan meningkatkan keterampilan keluarga dan kelompok miskin untuk melakukan usaha ekonomi rakyat yang produktif atas dasar sikap demokratis dan mandiri. Plan ketenagakerjaan dilakukan untuk menyediakan lapangan kerja dan lapangan usaha bagi setiap angkatan kerja sehingga dapat memperoleh pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
Formula yang dapat diterapkan adalah dengan membangun iklim investasi yang kondusif disemua tingkatan, baik lokal,regional maupun nasional. Sebagaimana yang kita pahami bahwa investasi sekecil apapun jika regulasi dan iklim investasi tidak kondusif dan rasional, maka jangan harap investasi akan datang. Maka solusinya menurut penulis adalah harus political will dari pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi serasional mungkin.
Berangkat dari dua strategi memutus benang kusut kemiskinan diatas, ada baiknya mereka para tokoh-tokoh, baik lokal maupun nasional untuk tidak secara terbuka berdebat dan berdikusi mengenai kemiskinan, rakyat tidak butuh diskusi dan debat, yang mereka butuhkan adalah aksi nyata bagaiamana kemiskinan bisa diatasi, pengangguran dapat dikurangi dan kesejahteraan masyarakat meningkat.
Dua puluh lima tahun yang lalu sebuah pertemuan nasional digagas oleh Prof Emil Salim, Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup, dengan tema menyiapkan proses urbanisasi di Republic of indonesia. Kala itu, tingkat urbanisasi di Indonesia baru sekitar 20%, sekarang sekitar separuh dari penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Itu akibat negara lebih memberikan perhatian kepada penyediaan infrastruktur kota. Sebaliknya, desa-desa secara proporsional menuai ketertinggalan. Lebih lagi, jika pandangan kita arahkan pada daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, pesisir, dan kepulauan (galciltas). Kondisi daerah-daerah itu kebanyakan mengalami ketertinggalan dari berbagai dimensi.
Galciltas dalam arti luas tidak saja berdimensi daerah yang berlokasi pada perbatasan negara, atau kecamatan terluar yang langsung berbatasan dengan negara tetangga. Akan tetapi, meliputi dimensi persoalan akses infrastruktur, tertinggalnya SDM, tertinggalnya sosial ekonomi, bahkan ketidakmampuan fiskal kabupatennya. Oleh karena itu, sekiranya definisi galciltas bisa dibakukan, terhadap daerah-daerah yang terisolasi dari sisi geografis, kurang infrastruktur publik, tertinggal dari sisi ekonomi dan sosial, dan sejenisnya, pelayanan publik semestinya semakin intensif agar segala hak yang diperlukan oleh rakyat mampu disediakan oleh pemerintah. Kemudian gap pembangunan daerah galciltas dengan daerah desa dan kota yang sudah lebih dulu maju dapat diperkecil.
Selama pembangunan 2004-2009, upaya mengurangi daerah tertinggal menurut catatan Bappenas telah mencapai setidaknya 50 kabupaten ke luar dari kondisi tertinggal. Dengan penetapan sebuah kementerian baru, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KDT), boleh jadi telah membuat daerah tertinggal ada yang mengurus lebih ‘khusyuk’. Namun karena berkembangnya aspirasi rakyat untuk pemekaran daerah, akhir 1999 saja masih ditemukan sekitar 183 kabupaten yang masuk kategori galciltas. Sehingga, Bappenas dengan kementerian yang terkait akan mencicil bahwa selama 2010-2014 prioritas pembangunan juga diberikan kepada 183 kabupaten yang tertinggal ini.
Pelayanan publik minim Pelayanan publik di daerah galciltas semakin disekonomis mengingat kondisi geografis, kendala struktural, aksesibilitas, dan kondisi fisik daerah. Pelayanan keluarga berencana menjadi terkendala sehingga angka kelahiran di daerah galciltas masih relatif tinggi. Angka unmeet need, pasangan yang ingin ber-KB tak terlayani masih relatif tinggi, pada kisaran viii%-10%. Demikian juga pelayanan kesehatan reproduksi.
Boleh dikata sangat sedikit bidan yang mau bertahan di daerah galciltas, untuk menetap dan memberikan pelayanan secara saksama. Sekalipun pemerintah daerah menyatakan kekurangan bidan sudah dipenuhi dengan mengangkat bidan, ketika kita cek di lapangan, program posyandu saat sekarang sudah sayup-sayup kedengarannya. Apa dan bagaimana keadaan kemajuan pada daerah galciltas? Jawabannya ialah sangat bergantung pada pimpinan daerah. Mana yang memiliki concern yang tinggi, maka daerah galciltas mendapatkan perhatian tentu seadanya karena APBD juga terbatas.
Jika kepala daerahnya tidak concern, daerah galciltas akan selalu saja tertinggal, dan jauh dari jangkauan kebijakan dan programme. Ke depan Persoalan galciltas juga dihadapi oleh Cathay, India, dan beberapa negara yang luas dan banyak penduduknya.
Di negara maju, galciltas boleh dikata semakin terbatas karena diupayakan dengan pengembangan wilayah. Kalau kita simak, People’s republic of china termasuk memberikan perhatian yang khusus juga dalam membangun daerah galciltas. Fokus yang diberikan oleh pemerintahan adalah bagaimana infrastruktur pertanian semakin dijamin tersedia, yang dapat meningkatkan nilai tambah sektor pertanian. Beda yang lain ialah, di China dibentuk secara khusus apa yang kita kenal dengan dinas pengembangan daerah khusus tertinggal.
Di Indonesia, daerah tertinggal ditangani oleh banyak kementerian. Namun belum terfokus dan terkoordinasi secara baik. Demikian juga pada daerah kabupaten, boleh dikata tidak ada bagian khusus yang merencanakan daerah galciltas, baik di Bappeda provinsi dan kabupaten maupun pada dinas yang terkait. Oleh karena itu, jika ketimpangan pembangunan dapat menjadi concern pemerintah, pada masa yang akan datang diperlukan beberapa hal. Pertama, sudah saatnya penugasan khusus pada daerah, khususnya kabupaten dalam merencanakan secara spesifik bagaimana rencana pembangunan daerah galciltas, dengan berbagai strategi khusus dan program pembangunannya.
Kedua, pemerintah daerah dapat melakukan kreasi dan inovasi dalam memberikan pelayanan publik pada daerah galciltas. Gerakan bearfoot programme, yang dilaksanakan di China dalam memberikan pelayanan kesehatan, telah membuahkan keberhasilan dalam mengurangi persoalan gizi, termasuk kependudukan. Demikian juga kreasi dalam meningkatkan mutu pendidikan di daerah galciltas. Sekiranya seluruh anak kelas enam saja dimobilisasi proses pembelajarannya ke sekolah kecamatan, mutu pendidikan yang diterima anak kelas enam mungkin akan meningkat. Tentunya akses untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi semakin baik pula. Ketiga, daerah galciltas untuk bagian pelayanan tertentu juga dapat mengambil kesempatan dari proses pembelajaran mahasiswa. Pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan universitas/sekolah tinggi/akademi dalam merencanakan dan melaksanakan secara bersama program yang sifatnya relatif massal di daerah galciltas. Di perguruan tinggi akan ada dosen pembimbing kuliah kerja nyata beserta mahasiswa untuk praktik dan melaksanakan berbagai penyuluhan, pengembangan infrastruktur, serta pengembangan ekonomi lokal.
Bukan tidak mungkin hal ini masih berpotensi. Terakhir, dana alokasi khusus (DAK) tampaknya dapat menjadi instrumen untuk memajukan daerah galciltas. Apakah daerah galciltas akan dipertahankan, dengan konsekuensi penyediaan infrastruktur publik (sekolah, puskesmas, jalan dan jembatan, pasar, listrik dll) atau sebagian di antaranya dipindahkan (direlokasi ke daerah yang memungkinkan untuk berkembang? Semua itu sangat bergantung pada telaah yang mendalam dan negara mau memberikan perhatian ke arah itu.
ane.i
Tujuan
Tujuan daripada makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui dan memahami dengan jelas tentang pembangunan yag selalu mengakibatkan pengangguran, kemiskinan serta dampak pengangguran akibat pambangunan itu sendiri.
i.2
Manfaat
1.
Hasil dari makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi kita dalam mempelajarinya.
2.
Menambah wawasan tentang cara menanggulangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan akibat pembangunan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
PENGANGGURAN
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama.
2.1.1
JENIS-JENIS PENGANGGURAN
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
i.
Pengangguran Terselubung
(Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
2.
Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
3.
Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maks
Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa
jenis, yaitu
:
a.
Pengangguran konjungtural
(Cycle Unemployment)
adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
b.
Pengangguran struktural
(Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti :
Ø
Akibat permintaan berkurang
Ø
Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
Ø
Akibat kebijakan pemerintah
c.
Pengangguran friksional
(Frictional Unemployment)
adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.
d.
Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
due east.
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin
f.
Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand).
two.1.2
SEBAB-SEBAB TERJADINYA PENGGANGURAN
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran
adalah sebagai berikut:
1.
Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
two.
Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
3.
Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
4.
Meningkatnya peranan dan aspirasi
Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan Kerja Indonesia
five.
Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya
2.1.3
DAMPAK-DAMPAK PENGANGGURAN TERHADAP PEREKONOMIAN
Untuk mengetahui dampak pengganguran terhadap per-ekonomian kita perlu mengelompokkan pengaruh pengganguran terhadap dua aspek ekonomi , yaitu:
a.
Dampak Pengangguran terhadap
Perekonomian suatu Negara
Tujuan
akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus.
Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
§
Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
§
Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sector pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian me-nurun
sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
§
Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan menye-babkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
b.
Dampak pengangguran terhadap Individu yang Meng-alaminya dan Masyarakat
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
§
Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
§
Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan
§
Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan social politik.
ii.1.4
KEBIJAKAN – KEBIJAKAN PENGANGGURAN
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuh-kan cara-cara mengatasinya yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sbb :
five
Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
ane.
Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
ii.
Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sector ekonomi yang kekurangan
3.
Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong, dan
4.
Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.
v
Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sbb:
1.
Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat padat karya
2.
Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru
3.
Menggalakkan pengembangan sector
Informal, seperti
dwelling indiustri
iv.
Menggalakkan program transmigrasi untuk me-nyerap tenaga kerja di sector agraris dan sector formal lainnya
5.
Pembukaan proyek-proyek umum oleh peme-rintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.
v
Cara Mengatasi Pengangguran Musiman.
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara :
i.
Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sector lain, dan
two.
Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.
five
Cara mengatasi Pengangguran Siklus
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini adalah :
1.
Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
ii.
Meningkatkan daya beli Masyarakat.
2.2
KEMISKINAN
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta
tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Republic of indonesia.
2.2.1
JENIS-JENIS KEMISKINAN DAN DEFINISINYA
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut
Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud.
Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.
2.2.two
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan
§
Tingkat dan laju pertumbuhan output
§
Tingkat upah neto
§
Distribusi pendapatan
§
Kesempatan kerja
§
Tingkat inflasi
§
Pajak dan subsidi
§
Investasi
§
Alokasi serta kualitas SDA
§
Ketersediaan fasilitas umum
§
Penggunaan teknologi
§
Tingkat dan jenis pendidikan
§
Kondisi fisik dan alam
§
Politik
§
Bencana alam
§
Peperangan
2.two.3
KEBIJAKAN ANTIKEMISKINAN
Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti toll effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
1.
pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
ii.
Pemerintahan yang baik (good governance)
3.
Pembangunan sosial
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
a.
Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan
b.
Intervensi jangka menengah dan panjang
o
Pembangunan sektor swasta
o
Kerjasama regional
o
APBN dan administrasi
o
Desentralisasi
o
Pendidikan dan Kesehatan
o
Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan
BAB Three
PENUTUP
3.ane.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat. Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta
tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang tidak terkecuali Indonesia.
Tujuan
akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus.
Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia secara makro dipengaruhi oleh adanya kesenjangan dalam alokasi sumber daya; sumberdaya manusia,, fisik, teknologi dan capital. Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda didalam menghadapi isu ketimpangan pembangunan
3.2
Saran
Membangun masyrakat untuk menjadi masyarak yang makmur dan sejahtera memang agak sulit, tapi jika itu tidak ingin terjadi maka pemerintah harus benar-benar turun dan ikut serta dalam mengambil bagian untuk benar-benar melayani masyaraktnya agar tidak mengalami kemiskinan, pengangguran, dan bisa mengatasi ketimpangan-ketimpangan yang terjadi.
Daftar Pustaka
Ekonomi – Yudhistira Ghalia Indonesia
EKONOMI : – Jilid 2 Oleh Alam South. – ESIS
Teori Ekonomi Pembangunan Yang Digunakan Untuk Mengatasi Negara Kiribati
Source: https://mariathersiakara.blogspot.com/2012/07/teori-dan-isu-pembangunan-ekonomi.html